Gizi seimbang bagi bayi

Sebagai calon ibu, kamu sekalian harus mulai belajar tentang gizi sejak sekarang. Sebab, pengetahuan kamu tentang gizi sangat menentukan masa depan anak dan keluarga kamu. Bahkan lebih jauh lagi, masa depan bangsa dan negara ini. Bisa dibilang, apakah negara ini akan maju atau hancur kelak tergantung bagaimana  kamu menyiapkan diri kamu untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anak kamu.
Memperoleh gizi seimbang serta halal adalah Hak Asasi Manusia, yang berarti juga hak asasi anak kamu. Asupan gizi seimbang adalah kebutuhan mutlak bagi setiap anak. Setiap anak yang lahir akan menghadapi dua kemungkinan berkaitan gizi ini, yakni gizi seimbang dan gizi salah. Bila asupan gizi anak kamu seimbang, tentu tak jadi soal. Namun, apabila gizinya salah, baik berupa gizi kurang atau pun gizi lebih, tentu menjadi masalah, terutama untuk masa depannya sebagai generasi penerus.

Penting untuk kamu ketahui, anak yang baru lahir akan menghadapi kemungkinan kekurangan gizi akibat minimnya zat gizi yang diterima dari ibu yang mengandungnya.   Taufik Pasiak, Direktur Centre for  Neuroscience, Health and Spirituality - C-NET UIN Kalijaga,  Yogyakarta, menyatakan, keadaan gizi kurang yang dialami anak ketika masih dalam kandungan mau pun pada saat anak berusia 0-2 tahun  akan mengakibatkan otak kosong yang bersifat permanen dan tak terpulihkan. 

“Akibatnya anak akan memiliki kemampuan yang rendah dan menjadi beban bangsa. Ini dapat kita lihat dari anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah. Atau, lahir dengan kondisi yang kurang menguntungkan seperti cacat sejak lahir. Tentu hal semacam ini akan berdampak terhadap masa depannya kelak,” kata Taufik yang juga Ketua Indonesia Neuroscience Club itu.

Anak-anak yang menderita kekurangan gizi pada umumnya sering mengalami sakit, lesu, sering bolos, serta kurangnya daya tangkap dan kreativitas di sekolah. Implikasinya adalah kebodohan akan semakin merajalela di negara ini. Asupan gizi memegang peran penting terutama hingga anak berusia dua tahun. Sebab pada saat inilah sel-sel otak berkembang pesat dan 80 persen sudah saling terhubungan (interkoneksi). Inilah yang akan menentukan kecerdasannya. Jika pada masa ini asupan gizinya mengalami gangguan seperti gizi buruk, perkembangan otaknya akan ikut terganggu. Jadi penting bagi kamu untuk memperhatikan asupan gizi anak-anak kamu, terutama saat mereka berusia 0-2 tahun. 

Di sisi lain, gizi yang terlalu berlebihan pada anak pun tidak baik karena dapat menyebabkan obesitas. Penelitian-penelitian berikut ini hendaknya menjadi pertimbangan kamu dalam memberikan asupan makanan kepada anak-anak kamu nantinya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010, prevalensi kegemukan pada anak balita secara nasional mencapai 14 persen. Pada penduduk kaya prevalensinya bisa mencapai 14,9 persen sedangkan pada penduduk miskin mencapai 12,4 persen.  Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara tercatat memiliki angka rata-rata prevalensi tertinggi, yakni 19,2 persen. Masalah obesitas pada anak ini diperparah dengan pola diet tinggi karbohidrat dan lemak yang tidak disertai dengan aktivitas fisik yang memadai atau aktivitas fisik yang kurang.



Menurut Aman Bakti Pulungan dari UKK Endokrinologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI, obesitas telah menjadi masalah paling serius pada abad ini. Karena itu dia menegaskan sudah saatnya asupan gula berlebih pada anak dibatasi karena banyak sekali dampak negatif yang timbul jika gula tambahan  diberikan secara berlebih.  Sebagai konsekuensinya, terjadi resistensi insulin yang menyebabkan intoleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, hipertensi, polycystic ovary syndrome (PCOS), dan akhirnya menjadi Diabetes Mellitus tipe 2. Terungkap pula bahwa 25 persen anak obesitas menunjukkan intoleransi glukosa.

Riset dari Medical Researh Unit FKUI menemukan bahwa dari berbagai pangan yang dikonsumsi anak-anak, susu merupakan salah satu pangan dengan kandungan gula tertinggi. Pada riset tersebut, berdasarkan FFQ,  43 persen subjek dengan asupan energi lebih dari 120 persen RDA. Perbandingan asupan karbohidrat, lemak dan protein yaitu 49.81 persen, 33,55 persen dan 15,69 persen. Penellitian menunjukkan, 99 persen subjek mendapatkan lebih dari  10 persen asupan gula dari karbohidrat. Asupan susu memberikan kontribusi terbesar terhadap asupan gula (sukrosa).

Cukup mengejutkan bukan karena ternyata susu yang diminum anak-anak justru memiliki kandungan gula sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan mereka mengalami obesitas. Mau tahu bagaimana menghindari problema ini? Tepat sekali, solusinya adalah berikan anak kamu ASI hingga dua tahun. Penelitian yang dilakukan di Jerman membuktikan, anak yang diberi ASI lebih rendah kemungkinannya untuk mengalami obesitas dibandingkan anak yang selalu diberi susu formula. 

Selain susu, batasilah konsumsi daging pada anak kamu. Jauhkan anak-anak kamu dari makanan-makanan yang masuk kategori junk food dan jangan biasakan mereka makan makanan dari restoran siap saji yang kebanyakan menyediakan makanan tinggi kalori dan lemak. Muhammad  Akbar, Ketua bagian Neurologi FK Unhas dan Ketua III PP PERDOSSI, mengungkapkan, penelitian di USA dan Filandia menunjukkan bahwa asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat badan lebih besar dibanding asupan rendah lemak.  Penelitian lain juga memperlihatkan bahwa peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 1,46 kali.  

Akbar menjelaskan, baik kelebihan gizi maupun kekurangan gizi, sama-sama menimbulkan dampak yang tidak baik bagi anak. Anak yang obesitas berisiko menderita penyakit kardiovaskuler dan  pseudotumor serebri akibat peningkatan ringan tekan intrakranial. Sementara efek malnutrisi dalam jangka pendek mengakibatkan apatis, gangguan bicara, dan gangguan perkembangan lain. Efek jangka panjangnya akan terjadi penurunan tes IQ, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, dan penurunan rasa percaya diri. Konsumsi makanan kurang zat gizi dalam waktu lama mengakibatkan perubahan metabolisme dalam otak dan menyebabkan otak tidak berfungsi secara normal. Pada kondisi lebih berat dan kronis menunjukkan ukuran otak lebih kecil, jumlah sel yang berkurang, dan terjadi ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak.

“Berbicara tentang gizi bukan sekedar bicara mengenai  4 sehat 5 sempurna. Masyarakat seyogyanya dibantu untuk dapat secara cerdas memahami berbagai nama dan nilai gizi pada pangan sehingga tak mudah terkecoh oleh kandungan terselubung yang dapat membahayakan kesehatan anak. Namun, yang jauh lebih penting, pemerintah mempertegas regulasi pangan dan menyesuaikan peraturan sesuai isu yang berkembang terkait gizi anak,” tegas Zaenal Abidin, koordinator forum diskusi Lembaga Kajian Kesehatan dan Pembangunan.

Zainal menambahkan, sebelum gangguan kesehatan akibat beban ganda gizi makin parah, segenap masyarakat harus berupaya mencegahnya dengan perilaku hidup sehat dengan gizi seimbang. Gizi seimbang disertai pola asuh yang baik sangat penting artinya dalam menyediakan energi yang cukup bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungannya. Di samping itu, gizi seimbang akan membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak dalam menghadapi penyakit sehingga anak memiliki lebih banyak kesempatan untuk belajar dan merespon stimulasi yang diberikan. Dengan demikian anak akan bertumbuh dan berkembang menjadi anak sehat, cerdas, berpikir positif-kreatif, berkarakter dan berakhlak mulia. 

Dalam pandangan Zainal seorang ibu memiliki peran yang sangat penting dalam masalah pemenuhan gizi bagi keluarganya. Karena itu kaum ibu haruslah diberdayakan agar memiliki kemandirian ekonomi sehingga dapat mengelola keuangan rumah tangganya secara mandiri untuk menyediakan kebutuhan gizi anaknya. Ibu yang memiliki kemampuan menyiasati keuangan keluarganya akan mampu menjamin ketersediaan pangan bergizi bagi anaknya sekali pun memiliki keterbatasan kondisi ekonomi keluarganya (penyimpangan positif).



“Kaum ibu harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pola asuh yang baik, penuh kasih sayang kepada anaknya, memasak sendiri untuk anaknya disertai rasa cinta, serta menyiapkan dan membiasakan anaknya sarapan pagi; memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengolah makanan secara bervariasi, padu-padan, sesuai takaran porsi yang dimulai dari porsi kecil, menggunakan peralatan sehat (bukan dari bahan berbahaya), dan dihidangkan dengan suasana menyenangkan dan santai; juga memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memilih bahan makanan dan  mengutamakan bahan yang bersumber lokal yang masih segar dengan kandungan gizi terjamin, mudah, murah, serta halal baik zat maupun cara memperolehnya,” papar Zainal.